Pencegahan umum: berikan
ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan nutrisi lengkap dan
seimbang, menjaga kebersihan (badan, pakaian, mainan, lingkungan), serta
penyediaan air bersih untuk makanan dan minuman. Pencegahan spesifik: imunisasi lengkap,
karena dalam waktu 4 – 6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi
spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga anak tidak
mudah tertular infkesi, tidak menderita sakit berat, dengan demikian
tidak terjadi wabah dan kematian.
Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita?
Benar. Saat ini lebih
dari 190 negara secara terus menerus melakukan imunisasi untuk bayi dan
balita. Di negara tersebut terdapat Institusi resmi yang meneliti dan
mengawasi vaksin, yang beranggotakan dokter ahli penyakit infeksi,
imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, biostatistika dll.
Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang imunisasi, justru semua
negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% (artinya
lebih dari 90 % anak/bayi telah mendapat imunisasi).
Benarkah ada institusi resmi yang mengawasi program imunisasi?
Benar. Contohnya di
Indonesia, berbagai institusi mengawasi program imunisasi, antara lain
Badan POM (pengawasan obat dan makanan), Litbangkes, Subdit Surveilans
dan Epidemiologi Kemkes, Indonesia Technical Advisory Group for
Immunization (ITAGI), Komnas/Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI), Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, badan penelitian
di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di beberapa
Universitas di Indonesia.Institusi seperti tersebut di atas juga
dimiliki oleh negara negara lain yang melaksanakan program imunisasi.
Semua institusi dan badan tersebut menyatakan bahwa imunisasi amandan
bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
Mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Tidak benar imunisasi berbahaya.
Pendapat tersebut yang dimuat padabuku, tabloid, atau milis umumnya
dikutip dari artikel yang ditulis oleh seorang psikolog, ahli statistik,
homeopati, bakteriologi, sarjana hukum, kolumnis, ahli kanker, dan
jurnalis, yang bekerja pada era tahun 1950 – 1960. Padahal jenis dan
teknologi pembuatanvaksin telah mengalami kemajuan pesat dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir, sehingga sangat berbeda dengan keadaan di
tahun 1950 – 1970an.
Benarkah “penelitian” Wakefield membuktikan MMR menyebabkan autism ?
Tidak benar.
Wakefield, seorang dokter spesialis bedah melaporkan hal tersebut
berdasarkan ‘penelitian’yang dilakukannya terhadap 18 sampel pada tahun
1998. Akan tetapi, seperti yang diumumkan oleh majalah resmi kedokteran
Inggris, British Medical Journal Februari 2011 bahwa setelah diaudit
oleh tim ahli penelitian di Inggris, terbukti Wakefield memalsukan data,
sehingga kesimpulan yang diberikanpun salah. Di lain pihak,
banyakpenelitian lain yng dilakukan oleh para ahli vaksin di beberapa
negara yang menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis.
Benarkah vaksin mengandung zat-zat berbahaya yang dapat merusak otak?
Tidak benar.
Sebaiknya kita memahami isi danmanfaat vaksi, serta batas keamanan
zat-zat di dalam vaksin. Sebagai contoh, total bahan kimia etil merkuri
yang ada dalam zat timerosal yang masuk ke dalam tubuh bayi melalui
vaksin sekitar 150 mcg/kgbb/6 bulan atau sekitar 6 mcg/kgbb/minggu,
sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh lebih tinggi (159 mcg/
kgbb/minggu). Oleh karena itu, vaksin yang mengandung merkuri dosis
sangat rendah dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan pengawas lainnya.
Benarkah pendapat yang menyatakan “semua zat kimia” berbahaya bagi bayi ?
Tidak benar.
Sebaiknya kita juga memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
zat kimia. Oksigen, air, nasi, buah, sayur, jahe, kunyit, lengkuas,
semua tersusun dari zat kimia. Oksigen mempunyai rumus kimia O2, air
H2O, garam NaCl. Buah dan sayur terdiri dari serat selulosa, fruktosa,
vitamin, mineral, dll. Telur terdiri dari protein, asam amino, mineral.
Itu semua adalah zat kimia, karena ada rumus kimianya, sehingga disebut
biokimia.Oleh karena itu, zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan
untuk manusiadalam takaran yang aman,kecuali zat kimia yang berbahaya.
Benarkah pendapat yang menyatakan vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi, manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Pendapat
tersebut bersumber dari tulisan 50 tahun lalu (tahun 1961-1962).
Teknologi pembuatan vaksin telah berkembang sangat pesat, sehingga
sangat jauh berbeda dengan pembuatan vaksin pada tahun 1950an. Saat ini,
tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing,
babi atau manusia.
Benarkah vaksin mengandung lemak babi?
Tidak benar. Pada
proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 - 20 tahun lalu, proses
panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas babi
untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya.Tetapi induk bibit
vaksin tersebut kemudian dicuci dan dibersihkan total dengan cara
ultrafilterisasi ratusan kali, sehingga vaksin yang diberikan kepada
anak tidak mengandung tripsin babi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan khusus. Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa vaksin
tersebut dapat dipakai, selama belum ada penggantinya. Contoh: vaksin
meningokokus haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi semua jemaah haji
untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Vaksin yang digunakan di Indonesia dibuat oleh siapa ?
Vaksin yang digunakan oleh program
imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung, pabrik vaksin
yang telah berpengalaman selama 120 tahun. Proses penelitian dan
pembuatannya mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin WHO.
Vaksin-vaksin tersebut juga dieksport ke 120 negara lain, termasuk 36
negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah program imunisasi dapat menjadikan bangsa yang lemah?
Tidak benar. Saat
ini,imunisasi dilakukan pada lebih dari 190 negara, baik negara maju
dengan status sosial ekonomi tinggi, negara berkembang, negara negara
muslim, maupun negara non-muslim. Apabila imunisasi dapat melemahkan
bangsa, maka bangsa dari negara negara tersebut akan lemah. Pada
kenyataannya, negara dengan cakupan imunisasi lebih tinggi, jumlah
bayi/anak yang mendapat imunisasi lebih banyak justru merupakan negara
dengan bangsa yang kuat. Bahkan, mereka telah lebih dulu melaksanakannya
dengan jenis vaksin lebih banyak. Imunisasi justru memperkuat
kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan.
Benarkah pernyataan di buku, tabloid dan milis tentang kematian bayi yang tinggi akibat vaksin di Amerika ?
Tidak benar. Data
Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) dari FDA (Food & Drug
Agency, semacam Badan POM Indonesia) di Amerika tahun 1991-1994
mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan pasca imunisasi. Oleh penulis
buku, tabloid atau milis, angka tersebut diasumsikan sebagai angka
kematian bayi usia 1 - 3 bulan. Kalau memang benar angka kematian begitu
tinggi, tentu FDA AS sudah menghentikan vaksinasi. Pada kenyataannya,
Amerika tidak pernah meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan
semua imunisasi di atas 90%.
Angka tersebut adalah keluhan effek
samping yang dapat terjadi pada pemberian vaksin, seperti: nyeri, gatal,
merah, bengkak di bekas suntikan, demam, pusing, muntah, yang rutin
harus dicatat apabila ada laporan masuk. Jadi, angka tersebut bukan
angka kematian akibat vaksin. Di Indonesia gejala ikutan pasca imunisasi
juga dipantau oleh suatu badan yang disebutKomnas KIPI (Komite Nasional
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
Benarkah pendapat yang menyatakan banyak anakyang meninggal saat imunisasi masal campak di Indonesia ?
Tidak benar. Setiap
laporan kecurigaan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu
dikaji oleh Komnas / Komda KIPI yang terdiri dari pakar-pakar penyakit
infeksi, imunologi, farmakologi, mikrobiologi dll. Berdasarkan analisis
kajian terhadapketerangan keluarga, petugas kesehatan yang memberikan
imunisasi, dokter yang merawat di rumah sakit, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium, anak tersebut meninggal karena radang otak, bukan karena
vaksin campak. Pada bulan itu ada beberapa balita yang tidak mendapat
imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti kematian anak
tersebut tidak dapat dikatakan karena imunisasi campak, tetapi karena
radang otak.
Apakah demam, bengkak, nyeri, dan kemerahan yang dapat terjadi setelah imunisasi merupakan keadaan yang berbahaya ?
Tidak berbahaya.
Demam, nyeri, kemerahan, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah reaksi
wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa pedas dan
berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh kita.
Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi
obat penurun panas, dikompres. Bila perlu dapat berkonsultasi kepada
petugas kesehatan yang telah memberikan imunisasi untuk mendapat
penjelasan, pertolongan atau pengobatan.
Benarkah vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai oleh 36 negara Islam ?
Benar. Vaksin yang
digunakan oleh program imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma
Bandung. Vaksin-vaksin tersebut dibeli dan dipakai oleh 120 negara,
termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah pernyataan di tabloid dan milis, bahwa program imunisasi gagal di banyak negara?
Tidak benar. Pendapat
tersebut bersumber dari data 50 – 150 tahun lalu, hanya dari 1 – 2
negara, sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian
terbaru, karena jenis vaksin dan cara pembuatannya sangat berbeda.
Pernyataan bahwa imunisasi cacar
variola gagal, berdasarkan data di Inggeris tahun 1867-1880 dan Jepang
tahun 1872-1892. Fakta terbaru sangat berbeda, bahwa dengan imunisasi
cacar yang dilakukan di seluruh dunia, maka sejak tahun 1980 dunia bebas
cacar variola.
Pernyataan bahwa imunisasi difteri
gagal, berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sampai sekarang
vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus
difteri 95%.Pernyataan bahwa imunisasi pertusis gagal, hanya berdasarkan
data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986. Fakta sampai sekarang
vaksin pertusis dipakai di seluruh dunia dan berhasil menurunkan kasus
pertusis lebih dari 80%
Pernyataan bahwa imuniasi campak
berbahaya hanya berdasar penelitian 1989-1991 pada anak miskin berkulit
hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika. Fakta sampai sekarang vaksin campak
dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan jumlah kasus campak 68 –
90 %.
Benarkah isu program imunisasi gagal, karena bayi dan balita yang telah diimunisasi masih dapat tertular penyakit tersebut ?
Tidak benar program
imunisasi gagal. Perlindungan vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita
yang telah diimunisasi masih bisa tertular penyakit, tetapi jauh lebih
ringan dan tidak berbahaya. Sedangkan bayi balita yang belum diimunisasi
lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa sakit berat, cacat, atau
meninggal.
Benarkah imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan balita?
Benar. Badan
penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa dengan meningkatkan
cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
berkurang secara bermakna. Oleh karena itu saat ini program imunisasi
dilakukan terus menerus di banyak negara. Semua negara berusaha
meningkatkan cakupan agar lebih dari 90%. Di Indonesia, terjadi wabah
polio 2005-2006 karena banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, maka
menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi
polio, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio baru.
Bagaimana orangtua harus bersikap ?
Sebaiknya semua bayi dan balita di
imunisasi secara lengkap. Saat ini lebih dari 190 negara negara di
seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat mencegah wabah,
sakit berat, cacat dan kematian. Negara tersebut terus menerus
melaksanakanprogram imunisasi, termasuk negara maju dengan tingkat
sosial ekonomi tinggi, negara berkembang, dan negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85%.
Badan penelitian di berbagai negara
membuktikan, makin banyak bayi dan balita yang tidak diimunisasi akan
terjadi wabah, sakit berat, cacat atau mati. Di Indonesia terjadi wabah
penyakit polio pada 2005-2006 (385 anak lumpuh permanen), wabah campak
tahun 2009 - 2010 (5818 anak dirawat di rumah sakit, meninggal 16),
wabah difteri tahun 2010-2011 (816 anak di rawat di rumah sakit, 56
meninggal).
Adakah yang dapat menggantikan imunisasi untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap penyakit ?
Tidak ada satupun badan penelitian di
dunia yang menyatakan bahwa kekebalan akibat imunisasi dapat digantikan
oleh zat lain, termasuk ASI, nutrisi, maupun suplemen herbal, karena
kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, nutrisi, suplemen herbal,
maupun kebersihan dapat memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun
tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang
berbahaya. Apabila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum
tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih dapat sakit berat, cacat
atau mati.
Vaksin akan merangsang pembentukan
kekebalan spesifik (antibodi) terhadap kuman, virus atau racun kuman
tertentu. Setelah antibodi terbentuk, vaksin akan bekerja lebih cepat,
effektif dan effisien untuk mencegah penularan penyakit yang berbahaya.
Selain diberi imunisasi, bayi tetap
diberi ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan nutrisi lengkap dan
seimbang, kebersihan badandan lingkungan. Suplemen diberikan sesuai
kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus mendapat
perhatian dan kasih sayang serta stimulasi bermain untuk mengembangkan
kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap, rawan tertular penyakit berbahaya ?
Benar. Banyak
penelitian imunologi dan epidemiologi di berbagai negara membuktikan
bahwa bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap, tidak mempunyai
kekebalan spesifik yang optimal terhadap penyakit menular berbahaya.
Mereka mudah tertular penyakit tersebut, dapat menderita sakit berat,
menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas, terjadi wabah, menyebabkan
banyak kematian dan cacat.
Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita tidak diimunisasi ?
Benar. Hal tersebut
sudah terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di Indonesia. Wabah
polio tahun 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi balita tidak
diimunisasi polio, dalam beberapa bulan virus polio menyebar cepat ke
Banten, Lampung, Madura, sampai Aceh, menyebabkan 385 anak lumpuh
permanen.Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat 2009-2011
mengakibatkan 5818 anak di rawat di rumah sakit, 16 anak meninggal,
terutama yang tidak diimunisasi campak. Wabah difteri dari Jawa Timur
2009 – 2011 menyebar ke Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI
Jakarta, menyebabkan 816 anak harus di rawat di rumah sakit, 54
meninggal, terutama yang imunisasinya belum lengkap atau belum pernah
imunisasi DPT.
Benarkah imunisasi rutin dan imunisasi tambahan serentak di beberapa propinsi dapat menghentikan wabah ?
Benar. Wabah polio di
beberapa propinsi tahun 2005-2006 telah berhasil dihentikan dengan
imunisasi polio rutin dan tambahan secara serentak pada semua
bayi/balita melalui beberapa kali Pekan Imunisasi Polio Nasional.Wabah
campak di beberapa propinsi tahun 2009- 2011 telah berhasil dihentikan
dengan imunisasi campak rutin dan tambahan pada semua bayi balita 9 - 59
bulan di semua propinsi secara terus–menerus.Wabah difteri di beberapa
propinsi tahun 2009 - 2011 telah berhasil dihentikan dengan imunisasi
DPT rutin dan tambahan pada semua bayi balita di beberapa propinsi.
Imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya
Saat ini telah ada beberapa jenis
vaksin yang telah disediakan oleh pemerintah untuk imunisasi rutin,
yaitu Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, Campak dan vaksin-vaksin untuk
jemaah haji (Meningitis). Disamping itu, ada beberapa imunisasi lain
yang memang belum disediakan oleh pemerintah.
Imunisasi Hepatitis Buntuk mencegah
virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati, bila
berlangsung sampai dewasa dapat menjadi kanker hati. Imunisasi Polio
untuk mencegah serangan virus polio yang sapat menyebabkan kelumpuhan.
Imunisasi BCGuntuk mencegah tuberkulosis paru, kelenjar, tulang dan
radang otak yang bisa menimbulkan kematian atau kecacatan. Imunisasi
Campakuntuk mencegah radang paru, diare, dan radang otak karena virus
campak.
Imunisasi DPTuntuk mencegah 3
penyakit, yaitu Difteri, Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat
menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, serta mengeluarkan
racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit Pertusis berat dapat
menyebabkan infeksi saluran nafas berat (pneumonia). Kuman Tetanus
mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot
menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas.
Mari kita cegah penularan penyakit,
wabah, sakit berat, cacat dan kematian bayi dan balita dengan imunisasi
dasar lengkap, untuk membangun generasi muda Indonesia yang sehat dan
sejahtera
Satuan Tugas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
harap berkomentar yang sopan dan tidak menyinggung SARA